Kukira datang sesaat lalu pergi
Ternyata memang tak sedang hadir
Hanya bayangnya yang mewakili
Memunculkan teka teki tak bertepi
bolehkah aku menghampiri
atau biarlah semua mengalir
mengikuti irama takdir
karna yang sudah tergaris
tak mungkin menyalahi
SEBUAH GORESAN
Kukira ini adalah kisah yang tak pernah dimulai. Yang akan mudah terlupakan, terabaikan dan hilang seakan memang tak pernah ada. Tapi ternyata kisah ini telah berlangsung lebih lama dr yang kukira. Hingga bila ditelisik, tak tahu kapan semua bermula. Kisah lama yang belum memiliki akhir yg jelas. Namun jejaknya membekas begitu dalam.
Ada rasa hangat yg tumbuh. Tiap kali bayangannya melintas. Ternyata yg dulu hadir hanya sebentar bisa meninggalkan senyum yg tak pernah benar-benar hilang hingga sekarang. Entah apakah kisah ini sebenarnya memang sudah berakhir. Atau masih berlangsung dan menjadi misteri takdir. Biarlah semua di tangan Sang Pemilik Skenario.
?
Ada masa ketika hati berdiri di persimpangan.
Di satu sisi ada yg hadir mengetuk perlahan, sabar menunggu di depan pintu.
Di sisi lain ada pintu yg terbuka utk yg tak pernah benar" pergi, meski langkahnya lama tak terdengar.
Yang hadir perlahan, membawa percakapan dan membangun jembatan.
Yg tak benar" pergi, bayangnya tak pernah hilang meski waktu berusaha menghapusnya. Ia tak menyapa apalagi mendekat. Namun hati ini tetap menoleh ke arah dimana ia dulu berdiri.
Dan kini, hati ini terjebak.
Antara memilih yg menghampiri.
Atau menunggu yg entah apakah akan kembali.
Haruskah membuka lembaran baru
Atau menunggu halaman lama disambung kembali.
Haruskah memilih yg datang membawa kesempatan.
Atau menanti yg benar" diharapkan.
.
.
.
Mungkin jawabannya bukan pada mana yg harus dipilih.
Tapi pada siapa yg benar" memilih hati ini tanpa ada keraguan.
Biarlah irama takdir yg mengiring.
Mengikuti kehendak Sang Pemilik Hati.
Persimpangan
Halo , sahabat . . maaf aku terlambat untuk menuliskan surat ini. Meskipun menjadi hal mustahil untukmu membaca surat ini, maafkan keegoisanku ya. .
Lama kita tak bersua, namun aku masih mengingat bagaimana suara dan logat unik mu yang terdengar ceria. Tawamu yang meriangkan hati. Tatapan matamu yang menyejukkan. Dan pelukan hangat setiap kali kita bersua. Aku masih ingat bagaimana awal pertemuan kita. Pertemuan awal yang sederhana namun menjadi suatu hal yang aku syukuri hingga saat ini. Berawal dari hanya bertukar tatap dan senyuman kecil akhirnya kita semakin dekat dan menjadi sahabat.
Banyak hal telah kita lalui bersama. Dari hal yang menyenangkan, menyebalkan hingga menyedihkan. Ketika dokter memvonismu mengidap penyakit itu, sungguh dadaku terasa sangat sesak. Seakan ada bongkahan batu besar yang mengganjal di dada. Sedangkan kau hanya tersenyum seakan itu bukan apa-apa.
Waktu begitu cepat berlalu, akhirnya kamu memilih untuk kembali bersama orangtuamu dan melanjutkan pengobatan di kota yang lebih besar. Meski jarak ratusan kilometer memisahkan kita. Kita masih bertukar kabar. Seringkali mengobrolkan hal-hal konyol seakan jarak bukanlah apa apa. Saat itu aku berjanji pada diri sendiri kelak bila aku sudah bekerja aku akan menemui mu di kota besar atau mengunjungi rumah nenekmu ketika kamu pulang ke kampung halaman yang jaraknya hanya puluhan kilometer dari rumahku.
Lagi dan lagi waktu terus berlalu. Kesibukan seakan menjadi rantai yang tak memberi ruang gerak. Aku belum bisa memenuhi janjiku. Hingga akhirnya hari itu tiba. Hari ketika aku pertama kali ke rumah nenekmu dan untuk terakhir kalinya aku melihatmu. Tanpa bisa memelukmu. Tanpa bisa mendengar suaramu.
Apakah ini bisa disebut dengan pertemuan? Ketika hanya aku yang melihatmu. Ketika mata saling sudah menjadi hal yang mustahil. Tak ada lagi saling memeluk, saling melihat, saling bertukar cerita, saling tertawa. Tak terdengar lagi melodi dari suaramu pun celoteh riang mu. Tak terlihat lagi tatapan hangat mu. Tubuhmu terbujur kaku. Namun wajah cantikmu masih terlihat cerah seakan kamu hanya tertidur lelap
.
Aku terlambat. Terlambat untuk menemui mu. Terlambat untuk menghubungimu. Penyesalan menggerogoti hatiku. Sakit. Hati ini sangat sakit. Dada ini sesak. Air mata menetes tanpa henti. Rasanya ini hanyalah satu dari sekian mimpi buruk ku.
Saat itu kulihat ibumu terlihat tegar. Entah apakah beliau memang tegar atau air mata telah habis usai meluapkan duka yang mendalam. Ah, sekarang aku tahu. Sikap tegar mu ternyata menurun dari ibumu.
Sahabatku, Allah sangat sayang denganmu. Dia memanggilmu di bulan penuh berkah. Bulan penuh ampunan. Aku hanya bisa berucap tanpa berharap kamu bisa mendengarnya, tanpa berharap kamu bisa membacanya. Namun aku ingin menuangkannya di sini.
Selamat tinggal sahabatku. . Meski pertemuan kita singkat, semua kenangan indah tentangmu masih kusimpan dalam kotak memoriku. Aku berjanji akan selalu mendoakan mu. Surga untukmu, sahabatku. .
Sahabatku, Fitri.
SEPUCUK SURAT UNTUKMU DI SURGA
INFO TANAH, RUMAH DAN KOS DIJUAL DEKAT UIN RMS SURAKARTA (IAIN SURAKARTA)
Now I know
Terlepas apakah posisi yang kumiliki sekarang apakah sesuai dengan jurusanku atau tidak, aku merasa tidak cocok dengan pekerjaan ini. Dari kecil aku lebih senang berkutat dengan komputer atau angka daripada dengan manusia. Aku merasa sulit untuk memberikan intruksi kepada teman-teman. Apalagi bila mereka memiliki argumen untuk menolaknya dan argumen itu sangat masuk akal. Aku bukan tipikal orang yang suka berdebat. Ketika oranglain tak bisa menerima masukan atau argumenku, ya sudah. Aku tak memaksa dan aku tak berusaha membuat mereka paham dengan apa yang kupikirkan.
Karena menurutku perbedaan pendapat itu wajar. Jadi kenapa mesti ada yang salah dan benar? Kita manusia memiliki cerita masing-masing. Bila pandangan kita sama ya alhamdulillah, bila tidak, yasudah pasti ada alasan dibalik itu semua. Kita tak pernah tahu apa yang dialami orang lain selain orang lain itu bercerita kan? yaa begitulah hidup. Lalu kenapa mesti membenarkan pendapat kita dan menganggap pendapat lain salah?
PILIH MANA? GURU / KARYAWAN SWASTA / ENTERPREUNER
Pernah nggak sih kamu ngerasa dunia ini nggak adil? Ngerasa hidupmu apess terus, nggak ada yang bener. Apa yang kamu pingin nggak ada yang tercapai padahal kamu udah usaha. Planing yang kamu susun rapi jadi amburadul karna variabel tak terduga. Lalu kamu lihat orang lain lancar bener usahanya. Bisa dapetin apa yang mereka mau dengan mudah. Yah, lagi-lagi umput tetangga emang terlihat lebih hijau gaes. Buat kamu yang lagi ngerasa kayak gini. Tenang kamu nggak sendirian. Jadi ayo kita nangis bareng sob :") T_T
Eitss,, tapi bukan itu inti dari postingan ini. Nangis boleh tapi jangan keterusan yaa. Kasian air matamu bisa habis :")
Sebelum ngejudge bahwa dunia itu nggak adil, yuk koreksi diri dulu. Pernah kepikiran nggak, mungkin apa yang kita dapatkan sekarang adalah balasan dari kelakuan kita di masa lalu. Mungkin kita pernah berbuat dzalim sama seseorang tanpa kita sadari atau malah kita jahat sama Allah. Nggak sholat tepat waktu misalnya, atau ngga memberi zakat. Jangan sampai kita hanya berfokus pada apa yang kita dapatkan, kemudian lupa dengan apa yang harus kita lakukan / berikan. :"
Bisa jadi masalah yang kita hadapi sekarang adalah balasan dari kelakuan kita di masa lalu






.jpeg)