Posted by : Alya Starleta
Friday, 19 September 2014
Usia 4 bulan aku diasuh oleh pasangan kakek dan nenek purnawirawan polri. Aku dibesarkan dengan rasa sayang dan penuh perhatian. 22 tahun telah berlalu. Namun aku masih ingat ketika kakek memandikanku, mengajakku belajar sepeda roda tiga, membelikan ku ice cream hingga berhutang pada penjualnya karena memilih es yang mahal, dibelikan mainan dan ketika sekolah terkadang aku diantar, lebih seringnya dijemput. Diberi uang jajan lagi. Aku termanjakan oleh kakekku sama halnya kasih sayang yang lebih dari orang tuaku karena aku anak pertama. Kakekku lebih memanjakanku. Membelikan makanan kesukaanku, mengajariku banyak hal.. seakan waktunya hanya untukku.
Mungkin, hal ini disebabkan karena beliau merindukan kehadiran cucu kandungnya yang tak pernah pulang sekedar menjenguknya hingga saat ini.
Sungguh aku tidak ingin ikut campur dengan permasalahan yang ada karena itu memang bukan wilayahku. (aku tidak punya hubungan darah dengan sang kakek). Tapi dari tahun ke tahun aku semakin mengerti, aku semakin terbawa dengan perasaan ini. Rasa sakit perih yang benar-benar menyayat perasaanku.
Kakek ini memiliki "seorang putra" yang dididik dengan disiplin tinggi dan penuh kasih sayang. Anak yang dibanggakan dan menjadi tumpuan harapan. Tapi itu hanya harapan yang belum juga terwujud hingga sang kakek semakin tua. Harapan itu bukan sesuatu hal yang memberatkan. Harapan itu sewajarnya yang diinginkan orang tua kepada anaknya. Akan tetapi harapan itu telah dipupus sejak kurang lebih 22 tahun yang lalu. Sang kakek dipisahkan dari kedua cucunya.
Sampai pada suatu waktu aku dibawa orangtuaku berkunjung untuk menyewa sedikit bagian rumahnya. Awalnya sang nenek mengatakan bahwa tempat itusudah disewa orang lain dengan bayaran lebih tinggi. Namun selang beberapa saat beliau memperbolehkan kami menyewa sebagian rumah itu. Karen beliau begitu senang melihatku. Aku mengetahui ini karena aku bertanya pada nenek suatu hari, sejak kapan kami tinggal disitu. Sejak saat itu aku seperti dianggap sebagai pengganti cucunya. Kasih sayang yang melimpah aku rasakan lebih dari kakek kandungku sendiri.
Waktu terus berjalan dan tak pernah berhenti meski sejenak. Sang kakek mulai tua dan rapuh. Kakek menyadari hal itu. Kakek merasakan bahwa raganya mulai melemah meski semangatnya tak pernah padam.
Janji itu terlanjur terucap. Janji setianya menjaga sang nenek. Hingga suatu hari aku mendengar sang kakek mengatakan pada sang istri (dlm bhs indonesia) "Apa kamu akan ikut aku terus?" Air mata ini selalu berlinang jika aku mengingatnya. Hingga akhirnya sang kakek mulai pikun. Bahkan beliau lupa dengan anaknya sendiri. "wong kae sopo?" itu yg beliau tanyakan kepada ibuku ketika sang putra pulang ke rumah. Hanya cucunya yang beliau ingat. Meski tak pernah terucap. Namaku nama adik-adikku, beliau mungkin lupa. Tapi beliau tidak lupa dengan wajah kami.
Kakek jatuh diawal menjelang puasa romadhan th 2012. Sungguh bayang-bayang itu tidak bisa hilang dari ingatanku. Aku dapat mendengar dengan jelas suara kakek terjatuh dan melihat darah itu mengalir. Membuatku tdk bisa berlari dan gemetar setengah mati. Tapi aku berusaha tetap tegar di depan nenek. Dengan berat kaki aku berlari meminta pertolongan. Aku yang meminta nenek untuk membawa kakek ke RS besar karena aku takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Meskipun dokter dekat rumah mengatakan tidak apa-apa. Kakek diobservasi di rumah sakit selama 3 hari. Hasil CT Scan tidak menunjukkan hal yang membahayakan.
Hingga saat sang anak menjenguk beliau sehari. Malam harinya aku merasaakan perasaan yang tidak enak. Rasa takut dan dingin yang benar-benar aneh. Takut sangat takut sampai aku meminta kedua adikku untuk menemaniku tidur malam itu. Namun, belum berhasil aku merayu adikku. Benar saja. Kakek kejang dan aku panik luar biasa aku seakan tak bisa berkata apa-apa mulutku terkunci gemeteran tak terlukiskan. Dokter dekat rumah hanya menyuruh untuk segera dibawa ke rumah sakit. Tensi yang tinggi membuat kakek kejang. Hingga di RS ak mulai merasa harapan itu masih ada. Hasil CT Scan yang baru menyatakan bahwa kakek terkena serangan stroke dan Hydrosepalus. Dokter mengatakan ini bukan stroke pertama. Dan saat dokter melihat hsl CT Scan yang lalu ternyata kakek mengalami stroke.
Sejak malam itu aku mulai browsing internet dan benar saja apa yang dikeluhkan kakek selama ini adalah indikasi gejala stroke. Dan puncaknya di saat beliau melihat sang putra pulang sendirian sedangkan kakek tidak bisa mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Semua itu menjadi gemuruh yang benar-benar membuat tensi kakek naik hingga akhirnya tak tertahan lagi membuncah hingga kejang. T.T
Selalu kubisiki kakek dengan doa nyanyian sayang dan kecupan semangatnya benar2 membara. Hampir setengah bulan di ICU asa ku tak pernah padam karena dokter tidak pernah menyerah. Bahkan selalu memberi semangat untukkku, nenek dan kakek. Semakin hari kakek mulai membaik. Bagian tubuh sebelah kiri kakek yang dulu mati lewat dokter atas kuasa-NYA dapat diselamatkan. Syaraf kakek memang tidak ada yang mati semua berfungsi dengan baik. Tapi memang fisik kakek yang tidak sekuat semangatya. Tenaga fisik yang dulu selalu dipompa kerassnya hidup membuatnya semakin aus meski semangat itu hingga kini tak pernah surut.
Begitu setianya sang nenek merawat kakek merawat dengan sabar tulus dan ikhlas..
Aku tahu kakek sudah sangat lelah. Kakek ingin beristirahat dengan tenang. Tp rasa yang dipendamnya terlalu dalam, janji yang telah beliau ikrarkan membuatnya tidak bisa beristirahat. Kakek... Apa yang harus aku lakukan untuk membahagiakanmu? menjadikan kakek merasa nyaman.
*kakek ingin bertemu dengan kedua cucunya.
*kakek ingin anak menantu dan kedua cucunya menggantikan posisinya menjaga nenek
Kenapa bukan aku saja yang menggantikan semuanya kek..
Semangat kakek tak pernah surut hingga dituliskannya kisah ini
By: R.E.N.I
21/12/2012