Archive for 2025

 Kukira datang sesaat lalu pergi

Ternyata memang tak sedang hadir

Hanya bayangnya yang mewakili

Memunculkan teka teki tak bertepi


bolehkah aku menghampiri

atau biarlah semua mengalir

mengikuti irama takdir

karna yang sudah tergaris

tak mungkin menyalahi


SEBUAH GORESAN

Posted by : Alya Starleta
Tuesday, 2 December 2025
0 Comments

 Kukira ini adalah kisah yang tak pernah dimulai. Yang akan mudah terlupakan, terabaikan dan hilang seakan memang tak pernah ada. Tapi ternyata kisah ini telah berlangsung lebih lama dr yang kukira. Hingga bila ditelisik, tak tahu kapan semua bermula. Kisah lama yang belum memiliki akhir yg jelas. Namun jejaknya membekas begitu dalam. 


Ada rasa hangat yg tumbuh. Tiap kali bayangannya melintas. Ternyata yg dulu hadir hanya sebentar bisa meninggalkan senyum yg tak pernah benar-benar hilang hingga sekarang. Entah apakah kisah ini sebenarnya memang sudah berakhir. Atau masih berlangsung dan menjadi misteri takdir. Biarlah semua di tangan Sang Pemilik Skenario.

?

Posted by : Alya Starleta
Monday, 1 December 2025
0 Comments

 Ada masa ketika hati berdiri di persimpangan. 

Di satu sisi ada yg hadir mengetuk perlahan, sabar menunggu di depan pintu. 

Di sisi lain ada pintu yg terbuka utk yg tak pernah benar" pergi, meski langkahnya lama tak terdengar. 


Yang hadir perlahan, membawa percakapan dan membangun jembatan.

Yg tak benar" pergi, bayangnya tak pernah hilang meski waktu berusaha menghapusnya. Ia tak menyapa apalagi mendekat. Namun hati ini tetap menoleh ke arah dimana ia dulu berdiri.


Dan kini, hati ini terjebak. 

Antara memilih yg menghampiri.

Atau menunggu yg entah apakah akan kembali. 


Haruskah membuka lembaran baru

Atau menunggu halaman lama disambung kembali.


Haruskah memilih yg datang membawa kesempatan.

Atau menanti yg benar" diharapkan.

.

.

.

Mungkin jawabannya bukan pada mana yg harus dipilih. 

Tapi pada siapa yg benar" memilih hati ini tanpa ada keraguan. 


Biarlah irama takdir yg mengiring.

Mengikuti kehendak Sang Pemilik Hati.

Persimpangan

Posted by : Alya Starleta 0 Comments

 Halo , sahabat . . maaf aku terlambat untuk menuliskan surat ini. Meskipun menjadi hal mustahil untukmu membaca surat ini, maafkan keegoisanku ya. .


Lama kita tak bersua, namun aku masih mengingat bagaimana suara dan logat unik mu yang terdengar ceria. Tawamu yang meriangkan hati. Tatapan matamu yang menyejukkan. Dan pelukan hangat setiap kali kita bersua. Aku masih ingat bagaimana awal pertemuan kita. Pertemuan awal yang sederhana namun menjadi suatu hal yang aku syukuri hingga saat ini. Berawal dari hanya bertukar tatap dan senyuman kecil akhirnya kita semakin dekat dan  menjadi sahabat. 


Banyak hal telah kita lalui bersama. Dari hal yang menyenangkan, menyebalkan hingga menyedihkan. Ketika dokter memvonismu mengidap penyakit itu, sungguh dadaku terasa sangat sesak. Seakan ada bongkahan batu besar yang mengganjal di dada. Sedangkan kau hanya tersenyum seakan itu bukan apa-apa. 


Waktu begitu cepat berlalu, akhirnya kamu memilih untuk kembali bersama orangtuamu dan melanjutkan pengobatan di kota yang lebih besar. Meski jarak ratusan kilometer memisahkan kita. Kita masih bertukar kabar. Seringkali mengobrolkan hal-hal konyol seakan jarak bukanlah apa apa. Saat itu aku berjanji pada diri sendiri kelak bila aku sudah bekerja aku akan menemui mu di kota besar atau mengunjungi rumah nenekmu ketika kamu pulang ke kampung halaman yang jaraknya hanya puluhan kilometer dari rumahku. 


Lagi dan lagi waktu terus berlalu. Kesibukan seakan menjadi rantai yang tak memberi ruang gerak. Aku belum bisa memenuhi janjiku. Hingga akhirnya hari itu tiba. Hari ketika aku pertama kali ke rumah nenekmu dan untuk terakhir kalinya aku melihatmu. Tanpa bisa memelukmu. Tanpa bisa mendengar suaramu.

 

Apakah ini bisa disebut dengan pertemuan? Ketika hanya aku yang melihatmu. Ketika mata saling sudah menjadi hal yang mustahil. Tak ada lagi saling memeluk, saling melihat, saling bertukar cerita, saling tertawa. Tak terdengar lagi melodi dari suaramu pun celoteh riang mu. Tak terlihat lagi tatapan hangat mu. Tubuhmu terbujur kaku. Namun wajah cantikmu masih terlihat cerah seakan kamu hanya tertidur lelap

Aku terlambat. Terlambat untuk menemui mu. Terlambat untuk menghubungimu. Penyesalan menggerogoti hatiku. Sakit. Hati ini sangat sakit. Dada ini sesak. Air mata menetes tanpa henti. Rasanya ini hanyalah satu dari sekian mimpi buruk ku. 


Saat itu kulihat ibumu terlihat tegar. Entah apakah beliau memang tegar atau air mata telah habis usai meluapkan duka yang mendalam. Ah, sekarang aku tahu. Sikap tegar mu ternyata menurun dari ibumu. 


Sahabatku, Allah sangat sayang denganmu. Dia memanggilmu di bulan penuh berkah. Bulan penuh ampunan. Aku hanya bisa berucap tanpa berharap kamu bisa mendengarnya, tanpa berharap kamu bisa membacanya. Namun aku ingin menuangkannya di sini. 


Selamat tinggal sahabatku. . Meski pertemuan kita singkat, semua kenangan indah tentangmu masih kusimpan dalam kotak memoriku. Aku berjanji akan selalu mendoakan mu. Surga untukmu, sahabatku. .


Sahabatku, Fitri.

SEPUCUK SURAT UNTUKMU DI SURGA

Posted by : Alya Starleta
Saturday, 29 November 2025
0 Comments

- Copyright © Hikaru's Blog - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -